Unit Pelayanan Perempuan dan anak ( PPA )
, bukanlah merupoakan suatu unit yang baru dalam organisasi Polri
sebelumnya unit ini pernah bernama Unit Rendawan ( Remaja, Pemuda dan
Wanita ) yang berada di bawah naungan Fungsi Binmas ( Pembinaan
Masyarakat dan sekarang dinamakan Binamitra ) dan kemudian menjadi suatu
unit dibawah Reskrim yang bernama Unit RPK ( Ruang Pelayanan Khusus )
dimana khusus disini dimaksudkan dalam hal penanganan para korban,saksi
atau tersangka yang melibatkan wanita dan anak anak sehingga memerlukan
hal yang khusus dalam penanganannya.
Apa yang menjadi latar belakang pendirian
Unit PPA ini ? Sesuai dengan namanya unit ini difokuskan pada
penanganan para Wanita dan Anak yang memang sangat rentan terhadap
perilaku kekerasan baik secaar fisik maupun seksual, ini dikarenakan
posisi mereka yang sangat lemah dalam strata kemasyarakatan.
Wanita di berbagai belahan bumi
sering dipandang lebih rendah daripada laki laki, hingga pada akhirnya
ketika terjadi praktek kekerasan dalam rumah tangga ataupun dilingkungan
masyarakat hal ini dianggap sebagai hal yang wajar. Dan pada akhirnya
kaum wanita pun menjadi bersikap permisif dan menganggap penderitaan
ataupun penyiksaan yang terjadi pada diri mereka adalah merupakan suatu
hal yang wajar dan merupakan kodrat mereka yang lalu melahirkan sikap
pasrah dan “nrimo” saja.
Kondisi anakpun tidaklah jauh
berbeda, dalam keluarga posisi anak selalu dianggap sebagai pihak yang
harus selalu patuh dan taat pada orang tuanya ataupun pada orang yang
lebih tua di lingkungan sekitarnya. Anak dianggap tidak tahu apa apa dan
harus selalu mendengar , menyimak tanpa punya kesempatan untuk
mengutarakan pendapat. Kalupun si anak menyatakan sesuatu maka
pernyataannya sering dianggap berbohong, mengada ada ataupun tidak dapat
dipertanggung jawabkan.
Kalau rekan rekan masih ingat bahwa pada
jaman dulu dikalangan bangsa Arab mempunyai anak perempuan dianggap
sebagai pembawa sial sehingga merupakan hal yang lumrah ketika mereka
lahir kemudian langsung dibunuh oleh orang tuanya sendiri,sungguh
sungguh sangat ironis.
Ketika seorang wanita menjadi korban
perkosaan atau seorang anak perempuan yang berusia belasan tahun menjadi
korban perkosaan dan kemudian peristiwa tersebut dilaporkan pada pihak
kepolisian maka sesuai dengan prosedur korban haruslah dimintai
keterangan yang kemudian dituangkan dalam bentuk BAP ( Berita Acara
Pemeriksaan ) untuk selanjutnya di visum.
Etiskah bila ternyat penyidiknya
adalah seorang pria dan ia menanyakan bagaimana peristiwa perkosaan
tersebut secara mendetil pada korban. Secara psikologis wanita dana anak
yang menjadi korban akan sangat malu ataupun ragu untuk menceritakan
pengalaman yang menimpa dirinya sehingga berakhir dengan keterangan yang
diberikan kurang jelas bahkan lebih parah lagi korban tidak mau bicara
dan hanya menangis saja.
Berangkat dari latar belakang diatas maka
Polri selaku pihak yang bertanggungjawab dalam penegakan hukum yang
didalamnya juga termaktub wanita dan anak anak menganggap hal ini
sebagai suatu hal yang serius dan otomatis juga memerlukan penanganan
yang serius pula.
Untuk itu petugas Unit PPA pun
mendapatkan pelatihan khusus tentang teknik dan taktik penanganan para
korban yang demikian, termasuk juga personil dan ruangan pemeriksaannya
pun khusus sehingga tidak menimbulkan trauma yang lebih jauh lagi.
Bagaimana menangani wanita dan menangani anak anak tidaklah sama,
semuanya memerlukan kiat khusus sehingga pemeriksaan akan berjalan
dengan lancar dan akhirnya pelaku dapat dijerat sesuai dengan ketentuan
perundang undangan yang berlaku.
Saya sendiri pernah mendapatkan
pelatihan khusus di Belanda tentang masalah penangan wanita dan anak
tapi dalam hal yang berkaitan dengan Human Trafficking dimana wanita dan
anak menjadi obyek perdagangan jaringan internasional antar negara yang
biasanya mereka berakhir pada rumah rumah pelacuran ataupun menjadi
budak seksual dari segelintir orang, sungguh menggenaskan. Saya akan
ceritakan lebih detil tentang bagaimana materi tersebut dalam kesempatan
lain.
Berikut dapat kita cermati bersama bagaiman isi dari Perkap No. 10 ini secara lengkap.
PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NO. POL. : 10 TAHUN 2007
TENTANG
ORGANISASI DAN TATA KERJA
UNIT PELAYANAN PEREMPUAN DAN ANAK (UNIT PPA )
DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DENGAN RAHMAD TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Mengingat : 1. Undang –Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana : ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209 ):
2. Undang –Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia : ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 21. Tambaha Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168 ):
3. Undang –Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang : ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 58. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4720 ):
4. Undang –Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak : ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235 ):
5. Undang –Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga : ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 95. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419 ):
2
- Keputusan Presiden Nomor 70 Tahun 2002 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia :
8. Keputusan Kapolri No. Pol.: Kep / 54 / X / 2002 tanggal 17 Oktober 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan – Satuan Organisasi pada Tingkat Kepolisian Negara Republik Indonesia daerah ( Polda ) beserta perubahannya :
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAYANAN PEREMPUAN DAN ANAK( UNIT PPA )DI LINGKUNGAN KEPOLISIANNEGARA REPUBLIK INDONESIA
BAB 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :1. Unit Pelayanan Perempuan dan Anak yang selanjutnya disingkat unit PPA adalah Unit yang bertugas memberikan Pelayanan, dalam bentuk perlindungan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kejahatan dan penegakan hukum terhadap pelakunya.
2. Kepala Unit PPA yang selanjutnya disingkat Kanit PPA.
- Perwira Unit Perlindungan yang selanjutnya disingkat Panit Lindung.
- Perwira Unit Penyidik yang selanjutnya disingkat Panit Idik.
BAB II
KEDUDUKAN TUGAS DAN FUNGSI
Pasal 2
Unit PPA adalah unsur pelayanan dan pelaksana staf yang berkedudukan
dibawah Dir I / Kam dan Trannas Bareskrim Polri, Kasat Opsnal Dit
Reskrim Um Polda Metro Jaya, Kasat Opsnal Dit Reskrim Polda dan kasat
ReskrimPolres.
3
Pasal 3
Unit PPA bertugas memberikan pelayanan, dalam bentuk perlindungan
terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kejahatan dan penegakan
hukum terhadap pelakunya.
Pasal 4
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 2,Unit PPA menyelenggarakan fungsi :- Penyelenggaraan pelayanan dan perlindungan hokum ;
- Penyelenggaraan dan penyidikan tindak pidana ;
- Penyelenggaraan kerja sama dan koordinasi dengan instansi terkait ;
BAB III
SUSUNAN ORGANISASI
Pasal 5
- Unsur Pimpinan ;
- Unsur Pembantu Pimpinan dan Pelaksana ;
(3) Unsur Pembantu Pimpinan dan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah :
- Panit Lindung;
- Panit Idik ;
BAB IV
PEMBAGIAN TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB
Pasal 6
(1) Kanit PPA bertugas memimpin Unirt PPA dalam
penyelenggaraan perlindungan terhadap perempuan dan anakyang menjadi
korban kejahatan dan penegakan hokum terhadap pelakunya, dilaksanakan di
Ruang Pelayanan Khusus, disingkat RPK.(2) Kerja sama dan koordinasi dengan lembaga pemerintah, non pemerintah dan pihak lainnya dalam rangka perlindungan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kejahatan dan penegakan hukum terhadap pelakunya.
4
(3) Lingkup tugas Unit PPA meliputi tindak pidana
terhadap perempuan dan anak, yaitu : perdagangan orang ( human
trafficking ), penyelundupan manusia( people smuggling ), kekerasan (
secara umum maupun dalam rumah tangga ), susila ( perkosaan, pelecehan,
cabul ), vice ( pejudian dan prostitusi ), adopsi illegal, pornografi
dan pornoaksi, money laundering dari hasil kejahatan tersebut diatas,
masalah perlindungan anak ( sebagai korban / tersangka ), perlindungan
korban, saksi, keluarga dan teman serta kasus – kasus lain dimana
pelakunya adalah perempuan dan anak.(4) Dalam pelaksanaan tugasnya Kanit PPA bertanggung jawab kepada :
- di tingkat Mabes Polri kepada Dir I / Kamtrannas Bareskrim Polri ;
- di tingkat Polda Metro Jaya kepada Kasat Opsnal Dit Reskrimum Polda Metro jaya;
- di tingkat Polda kepada Kasat Opsnal Dit Reskrim Polda ;
- di tingkat Polres kepada Kasat Reskrim Polres ;
Pasal 7
(1) Panit Lindung bertugas melaksanakan perlindungan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kejahatan.(2) Dalam melaksanakan tugasnya Panit Lindung bertanggung jawab kepada Kanit PPA.
Pasal 8
(2) Dalam melaksanakan tugasnya Panit Idik bertanggung jawab kepada Kanit PPA.
Pasal 9
(2) Dalam melaksanakan tugasnya Banit PPA bertanggung jawab kepada Panit / Kanit PPA.
BAB V
TATA KERJA
Pasal 10
Dalam melaksanakan tugas, Kanit PPA wajib menerapkan prinsip
koordinasi, integrasi dan sinkronisasi, baik antar satuan organisasi
dilingkungan Polri maupun dengan satuan organisasi lain yang terkait
dengan tugasnya.
5
Pasal 11
Dalam pelaksanaan tugas sehari – hari, Unit PPA berpedoman pada ketentuan yang berlaku dilingkungan Polri.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 12
- Ketentuan lebih lanjut tentang Hubungan T ata Cara Kerja Unit PPA diatur dengan ketentuan tersendiri.
- Hal – hal yang berhubungan dengan perkembangan keadaan yang memerlukan pengaturan lebih lanjut, akan diatur dengan ketentuan tersendiri.
- Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 6 Juli 2007
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Drs. SUTANTO
JEDRAL POLISI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar