Senin, 16 April 2012

Konflik antar warga Nunu - Tavanjuka di palu

Bentrok antawarga Kelurahan Nunu, Kecamatan Palu Barat dan Kelurahan Tavanjuka, Palu Selatan, Sulawesi Tengah sudah berlangsung puluhan tahun lamanya. Namun hingga kini tak juga usai. 
Kamis, 5 April 2012, sekitar pukul 15.30 Waktu Indonesia Tengah bentrokan kembali terjadi. Ratusan warga dari dua kelurahan baku serang dengan pelbagai macam senjata. Panah, parang, tombak, senjata api rakitan dan senapan angin ditenteng oleh kedua belah pihak. Moncongnya masih terus panas. Sebanyak 11 rumah warga di Kelurahan Boyaoge dan Kelurahan Nunu, Kecamatan Palu Barat dirusak dan dibakar. Amuk masih menyala.
Ratusan aparat gabungan dari pelbagai kesatuan, termasuk satuan tempur Brigade Mobil terjun ke lokasi membubarkan warga, menghentikan bentrokan. Satuan tempur TNI Angkatan Darat dari Batalyon Infanteri 711 Raksatama Palu juga terlibat. Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Dewa Parsana, Kepala Kepolisian Resor Palu AKBP Ahmad Ramadhan, Komandan Kodim 1306 Donggala Letnal Kolonel (CZI) Rudi Wahjudiono terjun langsung di lapangan memegang komando. Namun bentrokan terus menyala juga.
Kamis (5/4/2012) sekira pukul 10.30 Waktu Indonesia Tengah tadi juga, jenazah Ruflan, warga Tavanjuka, yang menjadi korban bentrokan pada Rabu (4/4/2012) sehari sebelumnya telah dimakamkan. Pada Rabu itu, sebanyak enam rumah dan dua unit sepeda motor dibakar.
Tindakan represif dari aparat sudah dilakukan. Salakan tembakan peringatan, lontaran gas air mata sudah dilepaskan. Tapi warga masih penuh amarah.
Dari catatan yang ada diketahui konflik antarwarga ini sudah berlangsung sejak 1968. Namun tidak diketahui pasti apa pemicunya. Pada tahun-tahun 1990-an bentrokan juga memakan korban jiwa.
Pada Minggu (16/12/2007) tercatat lima rumah dan enam sepeda motor dibakar. Puluhan warga luka-luka, mulai dari luka ringan hingga luka berat. Mereka terkena panah, senjata api rakitan dan senapan angin.
Tiga tahun setelahnya, pada Jumat (23/12/2011) dinihari bentrokan antarwarga dua kelurahan itu kembali terjadi. Sebanyak enam warga dan seorang Polisi terluka. Ada pula warga yang kritis.
Lalu pada Sabtu (7/1/2012) bentrokan kembali pecah. Satu warga tewas dan belasan lainnya terluka. Dua rumah warga dan dua unit sepeda motor juga terbakar. Amarah masih terus menyala setelah itu.
Sabtu (14/1/2012) ratusan senjata yang dipakai oleh kedua kelompok warga diserahkan kepada aparat keamanan. Bentrokan sudah usai? Belum ternyata. Amarah masih terus menyala.
Upaya-upaya perdamaian terus dilakukan. Difasilitasi Pemerintah Kota Palu dan sejumlah lembaga nonpemerintah juga kalangan kampus Universitas Tadulako, tapi ternyata amarah masih menyala.
Wakil Walikota Palu H Rusdi Mastura patah arang. Ia marah. Warga sama sekali tidak menghargainya, sementara biasanya warga dari dua kelurahan ini kerap bertemu dirinya mengadukan banyak masalah mereka, termasuk bagaimana menyelesaikan konflik di antara mereka. Namun, justru mereka sendirilah yang selalu bertikai.
Menurut Walikota yang populis itu, jika masalahnya adalah ketiadaan lapangan kerja, maka semuanya telah diantisipasi. Dalam waktu tidak terlalu lama, beberapa proyek padat karya akan diarahkan ke wilayah konflik ini. Tentu saja akan melibatkan tenaga kerja setempat.
Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Brigadir Jenderal Dewa Parsana punya cara lain. Ia menyarakan dibangunnya Forum Keamanan Desa atau Badan Keamanan Desa. Sebuah sistim keamanan lingkungan yang diperbarui dengan melibatkan Polisi, masyarakat, Satuan Polisi Pamong Praja dan pihak-pihak lain di suatu wilayah. Parsana berharap ini akan menjadi cikal bakal terciptanya keamanan dan ketertiban wilayah.
Pengusaha kesohor di Palu, Sulawesi Tengah, anggota Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Hasyim Hadado lalu menyahutinya dengan membangun sebuah pos sistim keamanan lingkungan yang diberinya nama Anuta, akronim dari Anak Nunu-Tavanjuka.
Sejatinya, semua upaya sudah dilakukan, namun bentrok demi bentrok masih saja terjadi. Semua pihak mesti duduk lagi satu meja dengan kepala dan hati dingin agar konflik ini tidak terwariskan.

Tidak ada komentar: